Debt Collector Juga Manusia.....
Salah seorang kawan sekantor saya dulu, memasukkan nama saya pada saat dia mengajukan aplikasi pembuatan kartu kredit untuk konfirmasi bahwa data yang bersangkutan benar adanya. Memang sangat mengasyikkan memiliki kartu kredit, kita bisa belanja trus tanpa perlu risau bahwa di dompet kita uang sudah amblas. Bukan hanya satu tapi dia mengajukan beberapa aplikasi sekaligus, dan hebatnya semuanya langsung disetujui, ha…ha…saya yakin petugas bank tergiur dengan slip gajinya yang untuk ukuran seorang lajang memang buanyak…..tapi sebanyak apa pun uang yang kita peroleh jika kita tidak bisa mengaturnya ya…akibatnya tekor terus tiap akhir bulan. Berulang kali saya mengingatkannya untuk bisa menahan emosinya berbelanja, menasehatinya untuk lebih bijak dalam memakai kartu kreditnya, tapi semua menjadi tidak berarti karena yang bersangkutan memang lagi ‘gila’. Capek,deh! Daripada terus menerus diabaikan, saya akhirnya ‘mundur’ dan memilih untuk cuek. Apa yang saya pikirkan tentang kawan saya itu terbukti, beberapa bulan kemudian hampir setiap hari saya mendapat telepon dari para debtcollector yang mulai menanyakan keberadaan kawan saya itu. Dari yang ramah (saya sangat respek) sampai yang bernada macam preman terminal, semua saya layani dengan sangat baik, demi menutup kelakuan teman saya jadi saya yang mencoba bersikap kooperatif. Kawan saya sendiri, memohon maaf untuk segala ketidaknyamanan yang saya terima, hal itu terjadi karena kondisi keuangannya berubah total dan jelas semua itu terjadi diluar kendalinya, saya sangat maklum, dan menganjurkannya untuk menghadapi semuanya itu dan menegosiasikannya daripada lari dari tanggung jawab karena ke depan hal itu akan lebih menyusahkannya apalagi bila namanya memang harus di blacklist oleh BI.Yang mengharukan satu hari saya mengangkat telpon dari debtcollector yang mengaku bernama ‘Lia’, sumpah dia satu2nya debtcollector yang bisa mengharubirukan hati saya betapa tidak, dia menelpon pakai airmata seeh..’hallo, bisa bicara sama ibu meina?’ :katanya membuka percakapan, “oh,ini pasti bu meina.ya? :lanjutnya tanpa menunggu jawaban saya. “Aduh bu, teman ibu koq sampai hati banget sama saya deh,….(ihik…ihik.. isaknya), begini lho temen ibu yang bernama X’kan bla…bla…bla, trus kemarin dia sempat mengangkat telpon saya dan membuat kesepakatan akan melakukan satu kali pelunasan hingga saya memberikan potongan 40 % tapi sampai hari ini gak ada tindak lanjut dari kawan ibu tersebut padahal saya sudah melaporkannya bukan saja kepada atasan saya bahkan sudah sampai kantor pusat…jadi sekarang balik saya yang dikejar2 atasan dan kantor pusat…(hik..hik) padahal ya bu saya sekarang lagi banyak masalah, orang rumah…bla…bla…bla…blum lagi suasana dikantor bla…bla…bla ditambah pacar saya lagi bla…bla..bla aduh saya udah ga konsen kerja tambah lagi teman ibu omongannya ga bisa dipegang aduh saya tadi terima SP yang ke 2 (hik..hik..) gimana coba?’, dia terus bicara tanpa sekali pun memberi kesempatan pada saya untuk melakukan respon balik. Kira2 25 menit berlalu, si debtcollector ini menyudahi curhatnya dan langsung berucap ‘thanks ya bu!' Kasihan bener, saya paling gak tahan dengan isak tangis apalagi pada sesama wanita, saya berusaha memahami bahwa menjadi debtcollector ternyata tidak mudah, seperti halnya Lia, mungkin banyak juga debt2collector yang lain, yang ketika bekerja merasa bahwa jobnya itu bertentangan dengan hati nuraninya, kita tidak pernah tahu bahwa kekasaran yang kadang mereka tunjukan apakah murni dari dalam diri mereka atau doktrin dari pihak bank yang selalu ditutupi dengan permintaan maaf bila mendapat komplain di media. Pelajaran lain yang didapat adalah kalo gak tegaan udah deh ngelamar kerjaan jadi debtcollector, beraaat banget! Saya mengontak kembali X, menceritakan curhat si debtcollector ini, dan ½ mendesak supaya ‘menghadapi’ pihak bank secara terbuka, dan saya pun jujur bahwa saya lelah menerima telpon para ‘centeng’ itu tadi apalagi kalo mo dihitung para debtcollector tadi lebih sering mengontak saya daripada pacar saya. Dan syukur telepon2 itu sekarang sudah berhenti berdering karena kawan saya mengambil program cicilan ringan, so kalo masih pakai kartu kredit, bijaksanalah…..!