Selain dengan isu global, baik itu pemanasan global atau pun krisis ekonomi global, hal yang sedang hangat di negara kita adalah tentang PEMILU 2009 yang pelaksanaannya kalo di hitung2 sih gak lama lagi, Dan antusiasme yang datang, lebih dirasakan dari para calon anggota legislatif yang kerap disapa dengan sebutan ‘caleg’ mereka sudah mulai menempel poster sampai baliho sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat, belum lagi gambar2 partai baru yang menurut saya menambah semrawut tampilan kota ini.Daripada ngomongin orang lain saya akan membahas adik perempuan saya yang juga adalah seorang ‘caleg’, saya terkejut ketika pada awalnya dia menceritakan niatnya sungguh saya hanya menganggapnya sebagai gurauan belaka, jangankan untuk berpolitik, lha bersosialisasi aja dia males….saya gak habis pikir apa yang membangkitkan semangatnya hingga mau ikut ‘memikirkan negara’ ini. Tapi omongannya dia buktikan ketika namanya keluar sebagai bakal calon legislatif di surat kabar lokal.
Dalam hati saya masih gak percaya, sembari memuji diri sendiri bahwa saya sebenarnya lebih layak, n lebih siap untuk ‘maju’ dibanding dia, ha…ha..narsis jalan terus!!. Sebagai seorang kakak, sedikit banyak saya mengenal adik saya ini secara pribadi dan punya penilaian tersendiri karenanya, banyak hal2 yang bisa saya lihat pada dirinya yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain, dan syah2 saja bukan jika saya mengomentarinya, memang pada awalnya dia berkeberatan jika saya terlalu banyak ‘cingcong’, tapi saya meyakinkan dia sungguh kritikan yang paling menyakitkan datang dari orang2 dekat seperti saya, karena begitu jujur dan apa adanya, maka sebagai ajang pelatihan mentalnya jadilah saya juru kritiknya. Adik saya ini meninggalkan Indonesia sejak tahun 1998, dia merantau di beberapa negara dan kembali ke tanah air untuk menikah pada tahun 2006 dengan pria yang dia temukan disitus pertemanan. Mungkin, tinggal bertahun2 di negara orang menumbuhkan rasa nasionalisme didirinya, atau karena dia merasa sudah mapan secara finansial sehingga perlu tempat pengaktualisasian diri, dan itu sebabnya ia memilih berpolitik, saya juga gak tahu pasti apa yang menyebabkan ‘perubahannya’ itu.
Saya tidak anti dengan orang muda, cuma meski muda saya ingin seseorang yang sudah berpengalaman yang terjun dan pada akhirnya terpilih untuk membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Setidaknya calon pemimpin kita itu pernah aktif di organisasi siswa sewaktu sekolah, bisa OSIS, Pramuka, PMR atau apapun itu karena wadah2 seperti ini menempa mental kita menjadi lebih, percaya deh dengan berorganisasi sejak dini itu mendewasakan kita bila menemukan masalah. Tidak berhenti sampai disitu buat saya jauh lebih baik lagi jika selama masa kuliah pun dia aktif berorganisasi baik itu di BEM, Senat, himpunan Jurusan, atau organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan or apapun itu, pada masa2 kuliah biasanya nih banyak diantara kita yang sibuk pacaran (saya ngga lho!), sibuk main kesana kemari karena merasakan kebebasan jauh dari ortu, nah jika ada yang mau bercapcay (baca:, cape!) ria, artinya orang itu siap memikul tanggungjawab lebih, kecuali ada ‘motivasi’ khusus dia bergabung dengan organisasi tersebut, misal karena ada gebetannya yang aktif makanya dia ikut2an, tapi organisator model begini mah gak tahan lama, waktu akan membuktikan dedikasi dan kualitas seseorang terutama bagi calon pemimpin bangsa, meski pun antara dedikasi itu sendiri & ambisi beda2 tipis, biar! yang penting bagi saya adalah apa yang apa yang ingin si calon pemimpin raih ini adalah proses jangka panjang yang mematangkan keinginan mulianya itu. Kita ingin pemimpin berkualitas bukan pimpinan instant yang meragukan, karena dasar dari demokrasi itu sendiri adalah rasa percaya ketika kita memilih pimpinan kita.
Alih2 pasang poster disana2sini, saya lebih suka jika para caleg2 muda ini melakukan sosialisasi dengan kegiatan yang ‘real’, mungkin partai2 besar sudah mencontohkannya, dengan membuat acara yang sesuai dengan caleg2 muda ini, Golkar misalnya, mengadakan pertandingan futsal dan band indie, atau PDI-P mengadakan bimbel, pelatihan computer, sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berusaha menghilangkan imej partai ekslusif dengan mendirikan organisasi bernama Gema Keadilan (GK) yang dibuat untuk merangkul pemilih pemula dan anak muda, sedang Partai Demokrat berusaha meraih simpati anak muda dengan mengadakan bimbingan test dan olahraga walau demikian saya belum yakin, apakah semua kegiatan tadi memang betul2 sebagai wadah sosialisasi atau betul2 ‘politik’ untuk memanipulasi cara pandang, khususnya anak2 muda.
Yah, sebagaimana orang Indonesia pada umumnya, meski hati saya tidak mendukung, tapi sebagai keluarga saya siap bekerja untuknya, sampai hari ini usaha saya baru sampai di mengajarinya komunikasi dimuka publik, mengajari ‘manner’ (maklum jurusan yang saya ambil kan tidak jauh2 dari ini), menyiapkan teks bila dia harus memimpin rapat, dan segala tetek bengek yang sebenarnya bisa dia kerjakan sendiri pun minta bantuan saya, manja banget kan? ngurus diri sendiri aja repot, koq mo ngatur orang lain, waduh…..saya sih ngarep n mbayangin yang saya bantu ‘Hillary’ biar semangat gitu lho, ha…ha.. secara lawannya politiknya punya tim sukses yang tangguh, jadi saya merasa tertantang untuk lebih mempersiapkan segala sesuatunya lebih baik.Sore tadi di angkutan umum, (kami duduk berhadapan) 2 orang ibu, dengan logat Sundanya yang kental mengomentari poster seorang caleg yang kelihatannya masih muda sekali (menurut saya kalo bukan gambar lama ya edit photoshop,ha..ha): “Aduh, coba tah, calegna masih muda pisannya, neng?”, kata si ibu mengajak saya berkomunikasi. Meminjam istilah Desy Ratnasari, no comment…no comment! Ibu yang lain menambahkan: ”paling oge anak pejabat, jadi ku si bapak di daftarkeun jadi caleg!”, sekali lagi no comment …no comment! Seorang ibu yang belum lama duduk disamping saya ikut menambahkan:”masih ketek udah amuah bamain politik, amuah jadi a iko negara?”, aduh jadi ingat film Denias deh, saya tetep no comment bukan karena malas bicara tapi lebih karena saya gak mau logat Banyumasan saya keluar ha…ha…