Hari2 ini hidup kita sedang berada ditengah ketidakpastian. Dunia sedang bergerak menuju banyak perubahan signifikan. Perubahan kebijakan politik dan ekonomi melanda planet bumi. Filosof Heraclitus pernah mengatakan tidak ada yang tetap di dunia ini, kecuali perubahan. Contoh konkrit, adalah ketika Lehman Brother’s jatuh pailit, siapa yang akan menyangka perusahaan sekuritas besar yang berdiri kokoh semenjak tahun 1844 bisa bangkrut dan mencarutmarutkan perekonomian dunia, ternyata pengalamannya selama ini tidak bisa memberi jalan keluar dalam mengatasi kemelut perusahaan, utang sejumlah 635 miliar dollar tidak bisa dibayar oleh perusahaan tertua di dunia ini.
Krisis keuangan global datang saat umat muslim di seluruh dunia akan melaksanakan ibadah haji dan merayakan Idul Adha. Banyak lembaga-lembaga keuangan di dunia bangkrut karena salah penanganan. Bangkrut keuangan global adalah contoh krisis paling aktual yang melahirkan ketidakpastian dan tantangan. Ketidakpastian terhadap berbagai hukum dan nilai buatan manusia, namun juga tantangan untuk keluar dari lingkaran yang mencekam. Ketidakpastian & tantangan tadi seperti 2 sisi mata uang, dimana satu sisi bisa kita tuai manfaatnya & sisinya yang lain terkena imbasnya. Tapi ibarat gunung batu yang terjal, krisis ini sesungguhnya telah menyertai hidup manusia di sepanjang zaman. Setiap waktu, juga tiap pribadi punya ‘krisis’ sendiri, dengan magnitude sendiri dan jalan keluar yang berbeda-beda.
Efek berantainya telah membuat banyak negara miskin menjerit minta bantuan. Kekhawatiran merebak akan terjadi krisis global yang lebih dahsyat dari krisis 1998. Meski upaya mengentaskan kemiskinan selalu dilakukan, tetap saja yang namanya miskin seperti mustahil dienyahkan. Jadi mengapa kemiskinan tetap ada? Bila digugat mungkin sejumlah penafsiran akan memenuhi benak kita. Tetapi sisi positifnya kemiskinan menjadi isu yang mempersatukan seluruh umat manusia. Bukan hanya alasan kemanusiaan semata tapi lebih karena perintah Allah SWT. Sayangnya masih banyak ormas Islam yang belum dilengkapi dengan skill mengentaskan kemiskinan. Metode pengkaderan dalam ormas Islam masih sangat lemah menepisnya. Akibatnya banyak organisasi dengan semangat tinggi tidak tahu harus melangkah kemana, padahal kemiskinan telah menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh umat sejak lama.
Seperti halnya nabi Ibrahim.AS yang diuji dengan mengorbankan putranya nabi Ismail.AS meski berat tapi karena itu adalah printah dari Allah SWT maka wajib untuk dilaksanakan. Dan dari sanalah kita belajar bahwa untuk melakukan perintah Allah SWT memerlukan pengorbanan, tapi artinya & hasil yang dapat dituai sungguh menakjubkan, qurban menjadi bahasa kasih untuk menepis kungkungan kemiskinan. Tanpa adanya pengorbanan, kesetaraan manusia tidak mungkin terjadi. Pengorbanan yang memberi tidak hanya menjadikan manusia yang lain sebagai objek tapi juga subjek, dimana orang yang berqurban melayani dan memberi hidup kepada manusia yang lain. Dalam konteks aktualitas manusia, nabi Muhammad.SAW memberi teladan agar umat-Nya mengembangkan prinsip memberi, sikap memberi kepada mereka yang miskin secara materi dan tertindas namun terlebih lagi kepada mereka yang miskin secara Iman.
Memberi hidup kepada orang miskin dan tertindas bukan hanya terkait materi saja tapi juga memberdayakan hidupnya. Dan percayalah bahwa hidup kita ‘si pemberi’ akan lebih indah dan penuh warna ketika kita bisa berbuat untuk orang lain, jadi mari aktualisasikan kasih untuk mengentaskan umat dari kemiskinan.
Selamat Hari Raya Idul Adha 1429 hijriah, mari tingkatkan kepedulian kita pada sesama.