Murid...adalah patner kerja guru....


Beberapa hari lalu tetangga saya Ria masuk Rumah Sakit untuk opname karena kena serangan jantung, waktu saya mendengar hal ini langsung dari ibundanya saya sempat meminta beliau untuk beberapa kali mengulang pernyataannya tersebut karena secara ‘gak mungkin banget seorang remaja yang usianya belum genap 17 tahun, langsing, sehat selalu tertawa, bisa shock kena ‘heart attack’ malah sembari minta maaf kepada beliau saya mengatakan bahwa ayahnya yang bertubuh besar terdengar lebih ‘pantas’ kena serangan jantung. Ternyata di sekolahnya dia mendapat tekanan dari seorang guru ilmu pasti yang selalu berkata-kata tentang hal yang kurang pantas didengar oleh seorang murid, jadi si Ria ini ternyata untuk bidang studi yang satu ini sudah mati-matian belajar dan mengerjakan tugas yang di berikan oleh si guru tapi yang ada dia selalu di hukum(guru kurang puas dengan hasil yang dicapai, red) dan hal itu diperparah dengan makian dari sang guru yang pasti merusak perkembangan karakter anak didiknya tersebut.
Di televisi pun saya melihat dengan pasti tayangan kekerasan yang dilakukan sejumlah guru kepada muridnya, mulai dari meninju, menempeleng, menendang, menjambak bahkan ada yang menginjak muridnya dan yang paling tragis pernah ada pemberitaan tentang guru yang membunuh muridnya, pun itu dilakukan di lingkungan sekolah dan disaksikan oleh murid-murid yang lain. Saya berusaha menyelami cara berpikir dari para guru tersebut tentang apa yang membuat mereka sampai seringan tangan itu, berbagai jawaban keluar dari pikiran saya. Apakah karena tekanan hidup dari si guru lalu murid menjadi pelampiasan? Apakah karena tuntutan dari mulai diberlakukannya standar kelulusan dari Diknas sehingga seorang guru merasa berhak untuk untuk melakukan segala cara agar si murid ini berhasil dalam proses studinya? Entahlah karena saya pun belum pernah bicara dari hati ke hati dengan guru model beginian, tapi yang pasti untuk kasus guru yang membunuh muridnya tadi beliau dinyatakan mempunyai gangguan mental oleh para penyidik.
Sekolah merupakan lembaga sosial yang mendidik masyarakat agar hidup dalam peradaban ilmiah, saling menghargai, dan mencapai kesejahteraan, jadi bukannya hutan yang menjadi tempat berdiamnya para satwa yang dengan seenaknya menerapkan aturan masing-masing. Tapi memang begitu kenyataannya sekarang, banyak sekolah yang sekarang membuat resah para murid. Bukan oleh susahnya pelajaran atau banyaknya tugas yang menumpuk setiap hari melainkan oleh guru yang menuntut bekerja tertib, berkompetisi, dan prestasi akademis. Daripada menghargai keunikan masing-masing, para guru membuat standar, lalu menempatkan para murid ini dalam struktur dan ‘rangking’, akibatnya para murid bersaing mengejar ranking dan berebut masuk standar untuk mendapat pengakuan, beasiswa, dan penghargaan. Mereka yang memiliki kreatifitas acap kali dianggap bodoh meski di masyarakat terbukti sukses dan hasil karyanya amat di hargai. Guru yang mengabaikan faktor dari bakat atau kreatifitas muridnya sama seperti bandit dan jelas buat saya seorang bandit bukanlah pendidik. Seorang bandit meneror dan merongrong anak didiknya yang tak masuk ranking, yang nilainya selalu jeblok, yang masuk daftar tes remidial sehingga sekarang muncullah berita-berita tentang penyiksaan yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya. Anak-anak pintar pun tak luput dari penyiksaan ini, mereka dituntut menunjukkan kehebatan dan selesai lebih awal dari jadwal. Bakat dari tiap anak tidak diterima sebagai kelebihan seorang murid.
Pada masa krisis global seperti ini bukan hanya orang tua yang merasakan dampaknya tapi juga para murid sudah dapat merasakan beban hidup yang sedang terjadi bahkan menunggu mereka di masa depan, dan para pendidik mempunyai beban atau pekerjaan rumah yang tidak mudah karena harus banyak bergulat dengan pribadi-pribadi murid yang merasa tidak bahagia, sulit mengendalikan diri, sulit menerima kesulitan hidup, kegagalan, aneka keterbatasan, baik karena peristiwa ekonomi atau pun kurangnya dukungan keluarga, atau karena sistem pendidikan yang diberlakukan.
Sewaktu masih duduk di bangku sekolah saya tidak termasuk murid yang pandai, nilai-nilai saya biasa-biasa saja, cenderung jelek malah..! Saya bukan seorang murid yang bisa duduk dengan tenang ketika menerima pelajaran, saya sangat susah untuk fokus. Waktu itu saya mengambil jurusan IPA yang bertolak belakang dengan isi otak saya.Tapi yang pasti saya sangat menyukai kegiatan ekstrakulikuler, mulai dari pramuka, OSIS, sampai eskul favorit saya ‘teater’. Waktu & energi saya banyak tersita karena saya tidak pernah setengah-setengah dalam menjalani kesukaan saya tersebut, boleh dibilang saya malah bertekun didalamnya. Orangtua saya sebenarnya sangat menentang aktifitas yang saya pilih, menurut mereka itu membuang waktu saja. Tapi inilah yang dikatakan dengan minat, bahwa ketika kita merasa menyukai sesuatu, kita pasti berusaha untuk mengeluarkan totalitas dibidang yang kita suka tersebut. Pada masa saya sekolah sebenarnya organisasi yang saya ikuti kerap membuat saya kecewa tapi seiring berjalan waktu saya memahami bahwa semua itu merupakan proses pembentukan pribadi saya hingga sampai pada titik ini.
Contohnya, teater, kami latihan tiap Rabu sore(kalau saya tidak salah ingat, sudah terlalu lama, red). Kami belajar banyak tentang vokal, pernafasan hingga membawakan berbagai peran. Teater sekolah kami ini juga kerap membuat acara seperti melakukan pelantikan di sebuah pantai di daerah Adipala, bahkan kerap pentas dibanyak acara terutama di lingkungan sekolah. Mungkin saya dibilang sombong bila saya berkata bahwa saya berbakat tapi pada kenyataannya kesempatan tidak pernah datang apalagi berpihak kepada saya. Dua tahun lebih selama duduk di bangku SMU saya aktif di teater saya tidak pernah dilibatkan dalam pentas apapun, jangankan peran utama, peran pembantu pun tidak. Pelatih teater kami hanya menunjuk seorang murid yang mungkin karena kedekatan hubungan dengan orangtuanya hingga beliau selalu menunjuknya, seolah-olah pelatih teater kami ini sedang mengorbitkannya, dalam banyak kesempatan selalu disuruhnya teman saya ini tampil, padahal dalam seribu kali pentas pun lagu yang dia nyanyikan hanya itu-itu yang berjudul ‘Benci Tapi Rindu’, saya ragu kalau dia bisa menyanyi dengan baik untuk judul lagu yang lain. Pun aktingnya menurut saya biasa-biasa saja, entah dari kacamata apa pelatih kami melihat kemampuannya, banyak koq teman saya yang lebih…Jujur saya merasa tersisih, tapi saya tidak sendiri, bahkan bayangan saya pun tidak pernah terdokumentasi, kasihan…….
Yap…betul kalau dulu seorang Meina muda barangkali mengasihani diri sendiri, tragis. Bahkan saya tidak yakin kalau beliau ingat saya yang adalah salah satu murid yang aktif di eskul tersebut. Hari ini, setiap saya mengingat hal tersebut saya bersyukur karena kesempatan yang kerap meninggalkan saya ternyata membuat saya terlatih untuk memelihara motivasi, bayangkan dalam perasaan kecewa pun saya masih tetap pergi latihan, motivasi saya tetap terjaga dengan baik, saya banyak belajar dan tetap berharap bahwa suatu saat pelatih saya itu akan memberikan saya kesempatan untuk tampil,…pengharapan tidak pernah mengecewakan, sampai lulus saya tidak pernah mendapat peran sekecil apa pun, tapi yang saya dapat lebih dari itu….bahwa selain belajar menjaga motivasi, saya terlatih untuk bisa membawakan diri dengan baik terutama di depan orang-orang yang mengecewakan saya, saya jadi terbiasa mengontrol emosi dan hal itu yang ternyata jadi modal utama saya nanti untuk pentas di panggung kehidupan yang melakonkan diri saya sendiri.
Dan setelah saya dewasa, kesempatan itu datang sendiri…sekarang saya banyak diminta untuk tampil, baik sendiri, sebagai master of ceremony misalnya, atau di organisasi kepemudaan yang saya pimpin, di lingkungan tempat tinggal, di tempat saya bekerja, saya kerap didaulat untuk membuat drama musikal, tapi saya sudah bukan artis lagi, karena saya sekarang si ‘sutradara’. Dan belajar dari pengalaman masa lalu yang tidak mengenakkan, sebelum membagi peran setiap orang yang ingin terlibat dalam pementasan di haruskan membaca naskah dan memilih peran yang ia inginkan, lalu diseleksi oleh pemain-pemain yang lain, dengan sangat objektif, bahkan saya senang juga membuat film-film indi, yang hanya dibuat dengan camcorder yang sederhana. Perasaan kecewa yang dulu tumbuh di hati juga mengajarkan pada saya untuk lebih bisa menghargai perasaan orang lain.
Bahwa bukan hanya di rumah, sekolah seperti halnya hidup merupakan tempat untuk memproses pribadi, watak, karakter muridnya. Dan guru menjadi bukan sekedar menjadi tutor tapi juga patner untuk mengembangkan kesemuanya itu. Seiring waktu saya merasa bahwa saya jauh lebih baik daripada saya yang dulu, apa pun bentuknya yang saya terima dari para guru saya waktu itu telah membentuk diri saya seperti yang sekarang ini. Itu karena saya mampu mencerna setiap pesan moral yang ditanamkan oleh para guru saya, saya mampu berkomunikasi dengan bahasa didikan bentuk apa pun dan hal yang satu ini memang hanya kemurahan Tuhan semata. Tapi kemampuan mengelola emosional ini tidak serta merta sama pada setiap murid. Belum lama ini seorang murid menembaki guru dan teman sekolahnya di Jerman karena merasa mendapat perlakuan yang kurang adil.
Untuk mencegah kasus-kasus seperti Ria atau pun pelajar di Jerman yang mendadak jadi teroris, antara murid dan guru harus memiliki kesamaan sikap, yaitu percaya diri, rasa aman, self control, love, otonomi, kekeluargaan, rasa adil, kinerja, perubahan dan saling percaya. Dan sikap ini dapat dibagi tiga yaitu: rasa percaya, hubungan antar pribadi, dan pengendalian hidup.
Pada bagian pertama, yaitu perasaan percaya diri dan dihargai, diperlakukan dengan adil, seorang murid harus mendapat perasaan bahwa guru memperlakukannya dengan baik, menghargainya seperti apa pun keadaannya, dan menyikapinya dengan adil sama kedudukan semua murid di mata sang guru.
Pada bagian kedua, yaitu kenyamanan, love, dan kekeluargaan. Murid-murid yang hidupnya seimbang cenderung penuh dengan kasih sayang dan selalu peduli dengan keberadaan sekitarnya. Sehingga jika dia hendak mengambil tindakan apapun dia selalu memikirkan dahulu, mempertimbangkan baik buruknya dan efeknya terutama dampaknya nanti terhadap hubungan murid dan guru yang seperti orangtua dan anaknya, bukankah seorang anak sangat takut mengecewakan anaknya, dan seorang orangtua akan meluruskan jalan anaknya yang bengkok, bukan untuk membuatnya binasa tapi jauh untuk kebaikan masa depannya.
Pada bagian ketiga, kemampuan self control, pekerjaan, dan perubahan, pada bagian yang terakhir ini murid dan guru diharapkan untuk saling mengendalikan dorongan untuk bertindak brutal, anarkis yang keluar dari dalam dirinya, saling mengakui bahwa kedua belah pihak memiliki prestasi (jangan salah lho…gak semua guru bisa ngajar, red)dan siap untuk mengambil resiko dalam artian kalau proses yang akan ditempuh membuat hasilnya lebih baik, mengapa takut untuk menghadapi tiap perubahan. Jadi ternyata untuk menyukseskan jalannya proses pendidikan diperlukan kerjasama yang erat antara guru dan murid, bukan hanya bergantung disatu pihak saja, harus seiring sejalan, selaras serasi dan seimbang peranan guru dengan murid.
baca lebih lengkap...

Tidak sampai satu bulan bangsa kita sudah akan melaksanakan pemilu tepatnya pada tanggal 9 April nanti, semua sibuk berbenah, parpol, KPU, panwanslu, KIPP, & segala lembaga tetek bengek yang terkait dengan penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut, Caleg apalagi…..
Lalu bagaimana dengan kita para pemilih, siapkah kita menyongsong respon atas hidupnya demokrasi di negara kita ini? Dengan banyaknya calon dan partai, sudahkah anda menemukan seseorang yang sreg yang dapat menyuarakan kepentingan kita di lembaga legislatif tersebut? Adakah figur yang anda rasa dapat menjadi wakil anda? Beberapa bulan ini jalanan dikotori dengan baliho-baliho para caleg yang mengiklankan diri kepada masyarakat mengalahkan iklan produsen rokok, dengan sejumlah slogan, jargon bahkan sampai janji-janji ‘manis’, adakah anda kenal para caleg tersebut dan mengerti apa yang menjadi programnya kelak di DPR? Tak tanggung-tanggung sebagai bentuk kampanye, beberapa parpol bahkan sudah membuat kontrak politik untuk membuat rakyat semakin ‘percaya’ saja atas apa yang sudah mereka janjikan.
Tenang….masih ada waktu, anda bisa untuk mencari figur yang dapat anda pilih, sesuai kata hati karena pastinya sebagian besar anda tidak mengenal mereka. Saya ingin menyerukan agar pada pemilu kali ini kalau bisa ‘JANGAN GOLPUT’!!!!!!!! Meski mungkin di tengah masa kampanye parpol sekarang ini sejumlah pihak juga melancarkan ‘serangan’ yang memprovokasi rakyat untuk golput. Jika anda tertarik, sebaiknya rencana untuk golput dipikirkan ulang.
Golput atau golongan putih di Indonesia dimulai pada Pemilu 1971, diprakarsai oleh para tokoh muda. Gerakan ini lahir karena adanya tanda-tanda bahwa Pemilu pada waktu itu tidak akan berlangsung dengan demokratis sehingga waktu itu Arief Budiman dkk merasa perlu adanya gerakan moral yang menitik beratkan pada kebebasan masyarakat untuk menentukan pilihannya pada saat pemungutan suara karena adalah hak bagi masyarakat untuk menggunakan atau pun tidak menggunakan hak suaranya tersebut.
Awalnya golput adalah sebuah gerakan yang hanya terdiri atas pribadi-pribadi yang enggan untuk memakai hak suaranya, tidak terorganisasi, tidak ada pimpinan apalagi bukti keanggotaan dan semuanya itu dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Itu berarti dengan penuh kesadaran para golput ini tidak mau sampai melanggar aturan karena golput sebagai proses pendidikan politik menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya apabila dalam pelaksanaannya melanggar aturan-aturan hukum. Seiring berkembangnya kebebasan media, golput juga semakin berkembang, di Facebook saja dimana saya melanglang setiap hari grup-grup ini dengan gagah berdiri dan menyerukan dengan lantang untuk golput. Kini para politisi sekaliber ‘Gus Dur’ pun ikut menyuarakan golput tentu dengan alasan kekecewaannya atas kinerja KPU yang tidak mencatat PKB versinya.
Sebelumnya saya belum pernah menggunakan hak suara saya, but bukan karena saya ngeh dengan keputusan yang saya ambil tapi lebih karena alasan yang saya buat-buat sendiri seperti malas ngantri di TPS, mumpung libur Pemilu sekalian saja malas-malasan di tempat tidur, bingung dengan banyaknya partai, saya tidak peduli. Tapi politik itu adalah hal yang sangat penting dan sebagai warga negara kita harus terjun langsung di dalamnya dan hal itu di mulai dengan menggunakan hak suara kita saat pemilu. Bayangkan di tengah krisis ekonomi global seperti ini, Indonesia, negara yang didalamnya tengah berlangsung bermacam masalah yang belum-belum juga selesai, mulai dari lumpur Lapindo sampai maraknya kasus korupsi yang terkuak oleh KPK, masih menyiapkan ajang pesta demokrasi. Dan ini bukanlah hal yang mudah karena begitu besar anggaran yang sudah di keluarkan untuk merancangkan acara yang akan berlangsung 9 April 2009, bayangkan bila itu digunakan untuk menambah sarana pendidikan dan kesehatan, sehingga karena itu kita tidak boleh membiarkan semua ini lewat tanpa kita pernah datang ke Tempat Pemilihan Suara. Buat saya membuang uang negara dengan percuma sama saja kita sebagai warga negara telah melakukan korupsi lalu apa bedanya kita dengan para anggota dewan yang sekarang mendekam di penjara….
Kecenderungan sekarang berbeda dengan dulu dimana golput benar-benar murni karena hanya melawan represi negara, sedangkan golput-golput sekarang selain karena golput yang dibuat-buat, juga karena sikap apatis terhadap politik, dimana politik tidak berpihak kepada pemerintah, dan terbentuknya sikap-sikap yang kelewat mengkritisi pemerintah dan merasa bahw selama ini pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk warganya.
Belum lagi kasus-kasus yang menyeret nama-nama para anggota DPR baik yang di daerah sampai di pusat membuat masyarakat semakin pesimis akan membaiknya kehidupan rakyat ketika lembaga yang bertugas selama lima tahun ini terpilih kembali. Rakyat berpikir bahwa kelak caleg-caleg ini tidak ada ubahnya dengan para senior mereka, banyak rakyat juga punya kecenderungan berpikir bahwa menjadi anggota dewan hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Salah seorang caleg DPR RI yang berasal satu daerah dengan saya di Jawa Tengah yaitu BS dulu seorang aktivis, pernah di penjara karena memperjuangkan reformasi bahkan belum apa-apa sudah di komentari bahwa kemarin aktivis mahasiswa yang provokator, sekarang caleg, besok koruptor….!! STOP, kita tidak bisa menghakimi dan berpikir semua orang sama karena saya pernah browse di google tentang BS ini, banyak hal yang ternyata tidak terekspos di media tentang sepak terjangnya dalam memperjuangkan perubahan yang signifikan untuk bangsa ini dan buat saya dia caleg yang berkualitas.
Salah para caleg juga kurang bisa menyampaikan visi & misinya, hanya memajang pose mereka berbulan-bulan di pinggir jalan, padahal di era sekarang ini begitu banyak media yang bisa menjadi sarana mereka ‘memperkenalkan diri’, tapi meski demikian kesalahan tidak serta-merta di tangan caleg, aturan yang dibuat oleh KPU menurut saya juga sangat membatasi ruang lingkup para caleg untuk bisa bergerak, negara ini terlalu banyak larangan dan hebatnya sepertinya celah-celah yang membuat seorang caleg bisa lebih unggul dari yang lain selalu di tutup dengan adanya aturan-aturan tambahan sehingga caleg-caleg ini enggan bergerak karena takut dikenakan sanksi.
Saya telah jatuh hati pada seorang caleg DPD, semenjak melihat posternya saja wajahnya demikian teduh mengganggu hati saya, seorang ibu, dalam kesehariannya beliau adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki yayasan sosial dan banyak berbuat untuk kemanusiaan semenjak beliau masih belia, dan ini kali periode ke dua jika dia terpilih kembali, aksi-aksi sosialnya dilakukan secara spontan dan terjadi jauh sebelum si ibu ini memutuskan untuk terjun ke ‘senayan’, melihat latar belakang pendidikannya yang master dari luar negeri setidaknya wawasannya global, pengalaman berorganisasinya semenjak beliau duduk di sekolah menengah, banyak hal yang saya baca tentang si ibu ini, tentang cita-citanya untuk Indonesia(kita butuh lebih banyak sosok idealis) dan yang jelas kelebihan lainnya adalah bahwa beliau seorang ‘perempuan’, tidak berbicara jender tetapi memang suara perempuan yang siap menyampaikan aspirasi dari kaumnya masih kurang.
Untuk DPRD 2 saya punya caleg yang akan saya pilih seorang wanita muda, sangat cantik, wajahnya biasa wara-wiri di ajang putri-putrian, dulunya seorang model, sekarang berwirausaha, bukan karena wajahnya lalu saya memilihnya….tetep Angelina Jolie ranking satu di hati saya ha..ha… tapi karena semangat mudanya yang ingin membangun negeri ini lebih baik lagi. Kesannya kayak omong kosong atau membual banget, tapi itu kenyataanya. Saya telah berkenalan(ye…segitunya) langsung dengannya, di usianya yang masih belia dia seperti permata yang berkilau dengan kharismanya, wawasannya yang sangat global, kritis dengan isu-isu sosial,dengan pekerjaan sosial yang tengah dia kerjakan, berhadapan dengannya langsung melunturkan pendapat bahwa wanita cantik minus otak bahkan saya mengundangnya ke organisasi tempat saya memimpin, mempersilakannya untuk bersosialisasi, berbagi visinya untuk bangsa ini. Untuk DPRD I saya belum memiliki caleg pilihan tapi bukankah masih ada waktu bagi saya dan anda juga untuk menyeleksinya.
Bangsa ini sedang berusaha untuk bangkit, jadi mari jatuhkan pilihan dan mulai percayakan kepada orang yang tentunya layak untuk mengemban amanat dari rakyat ini dan siap mengabdikan seluruh hidupnya untuk Indonesia yang lebih baik, jangan sia-siakan hak pilih anda, karena satu suara saja membawa perubahan yang sangat berarti. Jangan yang jadi orang yang kurang kompeten hanya karena pendukungnya banyak datang, sementara sosok yang qualified tersingkir hanya karena banyak golput. Mulai buka mata lebar-lebar lihat baik-baik caleg yang bertebaran di sekitar anda, bukankah emas juga ditemukan diantara pasir? Ini semua hanya opini dari saya, namun pada prakteknya nanti semua kembali kepada anda, meski datang ke TPS, tapi didalam bilik suara siapa tahu…?
baca lebih lengkap...

Kampanye....pake aturan


Musim kampanye telah tiba, sesaat hal ini membawa pikiran saya melayang pada masa orde baru di mana gegap gempita kampanye di lakukan dengan sangat meriah, teringat saya yang waktu itu masih anak-anak dan tetangga-tetangga menuju ke lapangan Kridasari (letaknya di kota kelahiran saya) dan kami dihibur oleh Evie Tamala, lalu juru kampanye menyerukan yel-yel partai yang bersangkutan dan acara pada jaman itu massa lebih banyak disuguhi hiburan, ya iya….lah wong kontestan Pemilunya saja cuma ada 3 dan belum-belum dilakukan penghitungan selalu ketahuan siapa pemenangnya. Dari dulu sampai sekarang kampanye tidak pernah lepas dari mobilisasi massa dan konvoi kendaraan.
Kampanye terbuka sudah dimulai. Namanya juga kampanye, partai politik dan calon legislatif(Caleg) akan mengerahkan semua kemampuan untuk mendapatkan simpati. Program-program yang dimiliki akan disampaikan secara terbuka dalam bentuk orasi dan melalui konvoi kendaraan. Namun kesempatan melakukan kampanye ini bukan diartikan boleh melakukan apa saja. Tetap ada tatakrama dan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Tak main-main, pelanggaran saat kampanye bisa berupa ancaman pidana penjara. Sejumlah tindakan yang dianggap pelanggaran berat saat kampanye adalah pelibatan PNS, kepala dan perangkat desa, BPD, TNI-Polri, dan anak dibawah umur. Penggunaan mobil dinas, kantor pemerintah, dan fasilitas ibadah juga pelanggaran.
Pelanggaran lain yakni bantuan terselubung kepala daerah terhadap caleg atau parpol tertentu, menyertakan PNS berseragam di lokasi kampanye, Caleg menjanjikan uang atau materi, dan caleg menggunakan isu SARA sebagai bahan orasi atau peralatan kampanye. Kampanye di luar jadwal, keterlibatan kepala daerah tanpa ijin cuti, dan menggunakan dana kampanye illegal atau rekayasa dana kampanye juga masuk kategori pelanggaran. Masih banyak lagi aturan kampanye termasuk yang mengontrol konvoi kendaraan.
Aturan ini tidak main-main, Ketua Komnas Perlindungan Anak ka Seto Mulyadi misalnya, mengingatkan agar parpol atau caleg tidak melibatkan anak-anak dalam kampanye. Sikap tegas ini di latar belakangi pengalaman pemilu 2004. Saat itu ada enam anak tewas saat terlibat dalam kampanye. Belum lagi puluhan anak mengalami luka. Sanksi bagi pelanggar yang melibatkan anak-anak dalam pemilu, cukup jelas, yakni hukuman lima tahun penjara dan denda Rp.100 juta. Selain pengalaman jatuh korban anak, keberadaan anak-anak memang tidak diperlukan dalam kampanye mengingat anak dibawah usia 17 tahun belum mendapat hak memilih dalam pemilu.
Dan ada pihak yang ditunjuk untuk memonitor jalannya kampanye agar parpol & caleg tidak melanggar dan pihak yang berwenang itu adalah Panwas, Panwaslu, dan ada juga Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Namun pengawasan tersebut tentu tidak mudah mengingat begitu banyak caleg yang akan melakukan kampanye. Disini dituntut peran masyarakat dan juga caleg untuk saling mengawasi, mengingat kecurangan sangat mungkin terjadi.
Selain perlu pengawasan terhadap parpol atau caleg yang kampanye, pengawasan pun harus dilakukan terhadap lembaga yang menyelenggarakan pemilu. Jangan sampai ada parpol dan caleg taat aturan sementara penyelenggara tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Atau dalam pelaksanaan tugasnya melakukan tindakan yang melindungi atau hanya menguntungkan parpol dan caleg tertentu saja karena berbagai faktor seperti faktor hubungan personal, kedekatan emosional, apalagi menerima suap.
Semua pengaturan dan pengawasan ini bertujuanagar pemilu bisa berlangsung jujur, adil, dan aman. Jika hal itu tercapai, tentuhasil yang diharapkan adalah hadirnya anggota legislative yang memang murni terpilih dari suara rakyat sehingga kelak benar-benar bisa menjadi wakil rakyat, bukan karena memanfaatkan fasilitas negara, membeli suara, atau memenangkan pemilu secara tidak jujur.
baca lebih lengkap...

Hillary....ke Indonesia

Rasanya baru kali ini seorang pejabat asal AS datang berkunjung dan mendapat sambutan layaknya seorang bintang. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Hillary Rodham Clinton akhirnya menapakkan kaki di Indonesia pada Rabu, 18 Februari 2009 kemarin. Seperti biasa dari pihak kepolisian tetap memperketat keamanan di 30 titik dan efeknya hanya menyebabkan kemacetan. Dalam konferensi persnya Hillary mengatakan bahwa AS dibawah kepemimpinan Presiden Obama berkomitmen akan mengurangi budaya diplomasi yang ‘mendikte’ Negara lain. Menurutnya, AS berencana menerapkan smart power dalam mengkampanyekan demokrasi bagi dunia Islam. AS, pun sepakat dengan sikap Indonesia yang mensinergikan antara Islam dan demokrasi, dan kini tambah Hillary, Amerika mendukung penuh agar demokrasi dan Islam dapat berjalan beriringan. Hillary juga memuji kemajuan Indonesia dalam 10 tahun terakhir, khususnya dalam menangani isu teroris dan separatisme. Hillary juga mengatakan bahwa Indonesia juga telah membangun institusi yang kuat dan terus berkembang, serta Indonesia akan jadi patner potensial untuk mengajukan berbagai proposal perdamaian.
Keesokan harinya, Hillary meninjau proyek MCK plus-plus bantuan Amerika melalui USAID senilai RP.360 juta di kawasan pemukiman padat Petojo Utara, Jakarta Pusat. Warga mengelu-elukan Hillary bahkan beberapa warga menyempatkan diri untuk menyediakan pisang dan tempe goreng. Terkesan sambutan untuk Hillary benar-benar tulus mungkin ini juga bawaan dari jiwa ‘ibu negara’nya bahkan ia sempat mengelus-elus perut seorang warga yang sedang hamil meski Hillary tidak sempat mencicipi menu yang dipersiapkan warga tersebut. Tak hanya menu, anak-anak sekolah pun menyambut dengan melambaikan bendera AS ukuran kecil sampai menaburkan bendera AS dengan bunga-bunga.
Dari dunia hiburan Hillary menyempatkan diri untuk hadir di acara live music ‘Dahsyat’ yang dipandu oleh Luna Maya dan Olga Syahputra yang pagi itu didampingi oleh presenter News Isyana Bagus Oka, dengan bintang tamu Melly Goeslaw dan Agnes Monica, orang sekaliber Hillary ternyata bisa mengimbangi gaya cengengesannya Olga, sehingga tak urung hal ini menambah daya magis yang dipancarkan Hillary(tuh Hillary orangnya gak jaim, red). Mungkin kemeriahan sambutan terhadap Hillary ini merupakan sambutan paling meriah terhadap pejabat AS yang pernah berkunjung ke Indonesia. Saya percaya hal ini sangat dipengaruhi oleh popularitasnya yang pernah menjadi Ibu Negara AS, menanjak ketika bertarung menghadapi Presiden Obama di penyisihan kandidat calon Presiden dari Partai Demokrat atau pun dari pembawaan Hillary yang cantik, cerdas, diplomatis, murah senyum dan sebagainya dan sangat mungkin lagi karena dia adalah menterinya Presiden Barack Obama.
Ikatan emosional Indonesia terhadap Obama yang pernah melalui masa kecilnya di Indonesia, tidak bisa dipungkiri membuat sedikit banyak citra AS di mata Indonesia berubah. AS yang selama ini selalu dianggap buruk di mata sebagian masyarakat Indonesia kini berubah menawarkan secercah harapan. Ada harapan sikap politik Obama terhadap Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh kedekatan emosional itu. Seperti pernah diungkapkan oleh Presiden SBY, rakyat Indonesia sangat merindukan kedatangan Obama, ungkapan senada pun sering kita dengar dari berbagai kalangan, padahal ungkapan demikian belum pernah terluncur kepada pendahulu-pendahulunya, kedatangan Presiden AS biasanya selalu diwarnai dengan pro & kontra. Jika kita melihat lebih dalam, undangan dan kerinduan Indonesia dikunjungi oleh Obama bukan semata-mata urusan dapur politik tapi juga bentuk lain dari jati diri bangsa ini yang masih sangat familiar. Adat ketimuran yang berlaku dan masih kental di Indonesia mempengaruhi penilaian terhadap seseorang, bahkan terhadap AS yang selama ini kebijakannya paling sering di demo di Indonesia, tentu hal ini erat kaitannya dengan harapan bahwa Obama bisa membawa perubahan besar yang lebih baik untuk dunia dan terlebih Indonesianya pada khususnya.
Kembali kepada Hillary, seremonial penyambutan yang luar biasa kepada Hillary sebenarnya menunjukan bahwa bangsa ini sedang merindukan sosok yang bisa memberikan semangat dan kekaguman sepertinya. Telah kita ketahui bersama ketika suaminya Bill Clinton menjabat Presiden AS, pernah tersandung kasus pelecehan seksual kepada pegawai magang istana kepresidenan Monica Leuwinski, dalam gonjang-ganjing seperti itu terlihat sekali jiwa besarnya karena dia tetap tegar mendampingi suaminya sampai semuanya selesai. Dalam hal ini saya jadi teringat kepada kepada ibu Sharmila, istri dari anggota DPR Yahya Zaini yang rekaman videonya bersama Maria Eva beredar luas, saya juga salut kepada ketegarannya untuk tetap mendampingi suaminya dan sekuat tenaga berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Lebih dari itu kedua wanita ini melakukan hal yang luar biasa dimata saya yaitu ‘memaafkan’ suami mereka dan lebih melihat melihat ke depan, hal-hal seperti ini yang menunjukkan bahwa kecerdasan dan pola pikir yang mereka miliki memang jauh diatas, mereka berdua menjadi istimewa karenanya. Tidak seperti baru-baru ini istri (lagi-lagi, red) anggota DPR yang berkoar-koar di infotainment dan mengatakan bahwa suaminya telah menikah siri dengan artis imut kesayangan saya, bahkan dengan serta merta dia akan melaporkan sendiri suaminya ke Dewan Kehormatan DPR, (aduh bu lebih baik sedia dulu obat darting, red) sorry ya, sebagai perempuan Jawa saya gak pernah bisa mengerti model perempuan yang berani buka aib sendiri, kenapa melulu orang lain yang salah…coba si ibunya juga introspeksi kenapa sampai bias kejadian model begini, dan cek-cek dulu kebenaran beritanya. Setelah itu nama Hillary di kancah perpolitikan kian popular dimulai ketika dia bertarung untuk memperebutkan kursi senator.
Dan puncaknya adalah ketika dia bertarung menjadi rival Obama di pemilihan Presiden pendaluluan. Bukan hal yang mudah tentunya bagi Hillary dan timnya apalagi dalam bulan-bulan kampanye yang mereka lalui popularitas Obama kian menanjak, saya melihat spriritnya tetap menyala-nyala meski jelas-jelas dia sudah ‘dibawah angin’ tapi dia selalu punya harapan dan tidak serta merta menyerah bahkan di hari-hari akhir kampanyenya pun dia tetap berjanji untuk melakukan yang terbaik bagi negaranya. Bukan sekedar mengakui kekalahannya dari kandidat Presiden Obama pada waktu itu tapi Hillary sangat berjiwa besar, dengan mau juga berkoalisi dengan mantan rivalnya dan menerima jabatan sebagai Menteri Luar Negeri AS, benar-benar wonder woman. Teringat pada proses pemilihan Gubernur di Jawa Timur dimana sampai terjadi beberapa kali pengulangan dimana salah satu calon yang kalah tidak bisa menerima hasil penghitungan suara, apalagi sampai bekerjasama lha mengakui kekalahan aja gak bisa apalagi sampai menjadi bagian kepemimpinan rival politiknya itu. Hal ini hendaknya dijadikan teladan bagi wanita Indonesia yang sekarang sedang berebut jalan menuju tampuk kepemimpinan baik di pemerintahan atau pun legislatif. Satu hal yang saya dapat dari Hillary adalah bahwa politik ternyata tidak melulu soal kekuasaan tapi lebih dari itu, politik juga adalah hal yang lebih penting lagi tentang seberapa banyak yang bisa kita pikirkan, kerjakan dan berikan untuk Negara kita.
Sosok yang bisa mendatangkan kekaguman sekarang ini jujur sangat sulit ditunjukkan oleh tokoh-tokoh di Indonesia, mungkin itu sebabnya para artis laris untuk didapuk menjadi Caleg oleh sejumlah partai. Jika ada penyambutan meriah, paling-paling yang menyambutnya adalah simpatisan orang atau partai tersebut dan tidak oleh masyarakat luas. Mengapa? Karena tokoh-tokoh nasional saat ini sulit membangun karisma dan memberikan pengaruh luas. Menjelang Pemilu 2009 hal ini tentu sangat mengkhawatirkan pada pemilihan legislatif sepertinya rentan dengan berbagai konflik terutama setelah MK mengeluarkan bahwa caleg dengan suara terbanyaklah yang berhak duduk di legislatif. Sedang pada pemilihan Presiden pun nada-nadanya saya sudah bisa membaca siapa yang akhirnya menjabat kembali kepemimpinan di negeri ini, dan mau tidak mau dengan berbagai alasan kita harus bisa menerima apa yang terjadi pada hasil pemilu nanti, terutama bagi mereka yang tidak puas dengan kinerja pemerintah sekarang meskipun demikian sebagai warga Negara kita tetap bisa berharap meskipun dipimpin orang yang sama semua akan menjadi jauh lebih baik, apalagi selama ini semua ini berlangsung dengan baik, dan satu yang pasti setiap harapan membawa angin perubahan karena pengharapan tidak pernah mengecewakan. Tentu kita tidak bisa membandingkan figur calon pemimpin kita dengan Obama yang bisa membangun popularitasnya dalam waktu singkat, Obama sangat berkharisma dengan kekayaan latar belakang kehidupan, memiliki konsep kepemimpinan yang jelas, keberanian mengubah paradigma, mendapat dukungan lawan politiknya dan sebagian besar rakyat AS.
Jadi saya berharap suatu hari akan muncul seorang ‘Hillary’ di Indonesia, membayangkan saya menjadi orang itu, kemana-mana dikawal vorijrider, dielu-elukan banyak orang, mengambil sejumlah kebijakan, menjadi ujung tombak diplomasi bagi negara ini, ehm….saya pikir terlalu jauh ya..meski mimpi gratis tapi saya gak berani mimpi setinggi itu, but who knows….!! Kayaknya saya mending jadi ‘ibu negara’ saja..ha…ha..just kidding!! Maksudnya mending jadi ibu negara di rumah sendiri githu lho….jangan berpikiran lebih ah..! dan tetap menulis berbagai hal yang saya suka untuk anda.
baca lebih lengkap...