
‘Aku mau mendampingi dirimu, aku mau cintai kekuranganmu, selalu bersedia bahagiakanmu apa pun terjadi……..” sumpah deh!! pertama mendengar lagu ini dinyanyikan oleh Once merinding bulu kuduk saya, salut banget buat penciptanya mba Dewiq koq bisa ya terpikir syair seindah itu, sepertinya dimuka dunia ini ada juga cowok yang tulusnya seperti malaikat ha..ha..ha..dan sampai saat ini saya selalu berharap ada seorang pangeran yang menghampiri saya dan menyampaikan isyarat seindah lagu tadi. Kalau kita renung-renungkan makna lagu tadi begitu dalam karena pada kenyataannya tidak mudah untuk menerima kekurangan orang lain apalagi sampai punya perasaan mencintai kekurangannya. Hal ini penting sekali untuk dicoba apalagi bila kita ingin hidup bahagia berdampingan dengan orang yang kita cintai.
Mungkin ini terdengar naïf, tetapi untuk bisa menerima kekurangan orang lain hal ini dimulai dengan menerima kekurangan diri kita sendiri. Selanjutnya pasti akan muncul pertanyaan begini: kalau kita bisa menerima kekurangan kita, apakah secara otomatis orang juga akan dengan senang hati menerima kita? Kalau ternyata ada pertanyaan sepeti itu muncul dari dalam hati anda berhati-hatilah jangan sampai kita terjebak dan pada akhirnya hanya menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain hingga kita pun terperangkap lama pada situasi seperti itu tanpa kita sadar kita telah menjadi orang lain.
Dari pengamatan saya banyak orang lebih khusus lagi kaum wanita yang terperangkap dalam keadaan seperti yang saya jelaskan diatas dan akhirnya membuat mereka kehilangan identitas diri yang sesungguhnya, bahkan parahnya hal ini sudah menjadi semacam penyakit sosial yang mewabah. Banyak diantara kita malah sudah terjangkit dengan berusaha tampil seperti sosok yang mereka pikir ingin di lihat dunia. Ingin terlihat lebih cantik, lebih menarik, lebih berpendidikan, lebih anggun, lebih fashionable, lebih…. lebih…dan lebih…lagi. Bagi saya pribadi tidak ada yang salah memang bila kita berusaha meraih hidup yang lebih baik sepanjang murni keinginan itu memang dari dalam diri kita dan bukan kepura-puraan yang akhirnya menyiksa diri kita sendiri. Untuk itu dalam usaha mencapai kebahagiaan berhentilah berpura-pura dan tampillah apa adanya dan inilah beberapa kemungkinan kepura-puraan yang sering anda dan saya jalani atau mungkin seluruhnya kita jalani.
Pura-pura sibuk, pasti banyak kali kita bertemu dengan orang yang selalu kelihatan sibuk bahkan kita pun seringkali mengalaminya sendiri. Sebenarnya ada beribu alasan yang membuat seseorang ingin kelihatan sibuk seperti, ia ingin orang lain menganggapnya hebat, penting atau ia malu bila orang lain tahu dia tidak punya kesibukan. Orang semacam ini mencari-cari kesibukan hanya untuk menunjukan pada lingkungannya bahwa saking sibuknya hingga dia mungkin tidak punya waktu bersosialisasi dengan lingkungannya (padahal mungkin yang ada lingkunganlah yang tidak mau kompromi dengannya). Atau juga pura-pura sibuk itu dipakai untuk menjauh dari melaksanakan tanggung jawab yang tidak mampu diembannya. Orang semacam ini sangat mudah dikenali dari sikapnya yang cenderung menghindar dari berbagai ajakan untuk bekerjasama, jangankan pertolongan untuk senang-senag pun belum tentu mengiyakan. Saya tidak juga melulu antipati dengan kepura-puraan seperti ini, saya kerap menggunakannya apabila diperlukan misalnya ketika saya menghindari ajakan dari para pria, daripada berbuat kasar makanya kepura-puraan seperti itu saya gunakan dan saya percaya kalau kita selalu ingin kelihatan sibuk, tetap kita akan berhenti karena kita lelah baik secara fisik lebih-lebih capek hati, pura-pura sibuk….capek deh!
Pura-pura pintar, apakah kita menonton film karena memang ingin menikmati kisahnya atau efek-efek visualnya yang menjadi fenomenal, mendengarkan musik untuk relaksasi dan karena suka jenis musiknya, membeli sejumlah buku karena memerlukan contentnya atau karena jaminan nama pengarangnya, bukan untuk dibahas secara ilmiah dan dalam diskusi yang berkepanjangan. Ketika pertama kali melakukan postingan diblog Meinasuperstory saya pernah juga menampilkan video dari YouTube video klipnya Josh Groban ‘You still you dan tidak disangka ada komentar masuk dari pembaca blog yang tak lain dan tak bukan adalah teman sekolah saya yang meragukan apa benar seorang meina bisa mengerti dengan musik Josh Groban yang kedengarannya klasik, oww agak panas juga waktu saya membaca komentar tersebut, meski berwajah ‘dangdut’ tapi saya benar-benar menyukai Groban dan bukan karena ingin dilihat keren oleh orang lain, koleksi kaset saya banyak diwarnai oleh musisi sejenis mulai dari David Foster, Andrea Boccelli, Celine Dion, sampai Anya dan mendengar musik mereka benar-benar sangat menyenangkan hati saya gak mungkinlah kalau saya hanya ikut-ikutan sampai repot hunting kasetnya. Dan jika anda juga membaca buku tertentu, menelan musik tertentu supaya kelihatan pintar dan dianggap bagian dari grup tertentu padahal dalam hati anda sulit mencerna apalagi menikmatinya, hal-hal yang seperti ini tidak akan bertahan lama, karena anda terpaksa menelannya dan menunjukkan pada dunia hanya untuk mendapat pengakuan bahwa I’m join the club. Ada sebuah rahasia lho….saya bodoh banget baca novel, jika saya selesai membaca bab 1, setelah di bab 2 saya merasa perlu membaca kembali bab sebelumnya dan terjadi berulang-ulang itu sebabnya novel yang saya baca dari dulu hanya tulisan seorang pengarang (baca profil saya, red) karena saya sudah paham dengan gaya bahasanya dan ketika banyak teman-teman keranjingan novel sampai ikut milisnya, yang diobrolkan pun novel terbaru dari yang tebalnya bisa buat bantal tidur sampai yang kelas ciklit, meski merasa tersingkir, tapi saya berbesar hati saja jika keberadaan saya gak dianggap, lha mereka nerocosinnya hal yang memang saya tidak tahu dan saya pun tidak interest disitu, tapi hal itu tidak membebani saya justru sangat meringankan karena saya tidak perlu menjadi orang lain.
Pura-pura jadi korban, kepura-puraan yang satu ini membuat orang yang melakukannya selalu merasa bahwa hidup sangat tidak adil baginya. Orang seperti ini selalu merasa tidak memiliki pilihan dalam hidup. Dan untuk itu selalu ada pihak yang harus bertanggung jawab atas penderitaan hidupnya. Bawaannya mengeluh terus bukan hanya di hal-hal besar sampai di hal sepele pun, contohnya:” Kalau saja saya diberi kesempatan pasti saya bisa jauh lebih unggul, kalau saja bos bisa lebih objektif tentu sekarang saya yang naik jabatan, kalau saja mantan saya gak ketemu cewek brengsek itu tentu sekarang kami masih berbahagia bersama,” lagi-lagi kalau, kalau, kalau dan itu terus….padahal faktanya kita sendirilah sang troublemaker dari setiap masalah yang datang menimpa kita. Saya mengingatkan jangan berharap hidup ini menjadi seindah sinetron dimana kebetulan-kebetulan sangat mudah terjadi, jangan pula kita berharap jadi orang lain dan dengan senang hati mempertontonkan penderitaan yang kita buat-buat sendiri untuk mencari simpati dari orang lain, berada di dekat orang seperti ini saja membuat kita lelah karena energi negatif yang disebarkannya apalagi harus menjadi orang seperti ini. Merasa menjadi korban boleh-boleh saja apalagi jika pada kenyataannya seperti itu tapi jika kita terus-terusan berpura-pura jadi korban, jangan-jangan memang sepantasnya kita dikorbankan. Percayalah bahwa tidak ada hidup yang sempurna bagi semua orang, bila kita beruntung disatu hal bisa jadi juga kita kurang beruntung dalam hal yang lain jadi biarlah orang pun melihat hidup kita apa adanya ketika kita sedang banyak berkat, sukses dalan hal apa pun, saksikanlah bahwa Tuhan memang bekerja dalam hidup kita, dalam keadaan seperti ini jangan takut orang datang meminta pertolongan kita sehingga kita mesti berpura-pura memiliki ketidakmampuan.
Pura-pura minta dukungan, dalam banyak hal kita terlalu pusing dengan apa yang akan dikatakan orang lain. Pandangan orang lain dianggap begitu pentingnya sehingga kita sanggup mengorbankan keinginan diri sendiri. Kita selalu butuh dukungan orang lain mulai hal-hal yang sepele sampai yang paling prinsip. Misalnya mulai dari pilih belanjaan, pilih tempat kost, sampai memilih pasangan hidup. Kita selalu menggunakan patokan dari orang lain untuk membuat keputusan. Sangat menyedihkan, meski orang yang kita mintai dukungan itu orang yang kita cintai sekalipun, biasanya kalau sudah begini sedikit komentar miring langsung membuat kepala kita mendidih. Bukan berarti pendapat orang lain tidak penting hanya sedapat mungkin tolong dibedakan antara haus pujian atau memang sepantasnya kita mendapat pujian karena kita memang layak mendapatkannya. Tanpa bermaksud lain tetapi seharusnya diri kita sendirilah yang menjadi fokus dalam melakukan segala sesuatu terutama dengan hal-hal yang erat dengan kepentingan pribadi. Dan dalam prakteknya sejauh ini saya terbiasa mengambil keputusan sendiri tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan pikiran dewasa saya dan dengan mengingat norma serta kelaziman yang berlaku dalam masyarakat & budaya kita. Perlu ada keseimbangan antara melakukan apa yang sesungguhnya kita inginkan dengan apa yang dianggap ‘pantas’ oleh lingkungan diluar diri sendiri. Kita tidak selamanya harus menyenangkan orang lain, dan jadilah seperti apa adanya diri kita, belajarlah untuk menjadi permata bagi diri kita sendiri.