Teringat akan pepatah lama : 'Mulutmu harimaumu...' Minggu ini pemberitaan di telivisi dan berbagai media mengangkat topik hangat tentang perdebatan yang terjadi di dalam ruang sidang Pansus Century DPR RI, bukan sekedar debat biasa tetapi karena salah seorang anggota pansus tersebut melemparkan makian ‘bang***’ juga ‘ko***’ kepada Prof. Gayus Lumbun pimpinan sidang siang hari itu. Awalnya si abang ini mengajukan keberatan atas perbedaan waktu untuk berdapat yang menurutnya Fraksi pimpinan sidang mendapatkan lebih banyak kesempatan daripada fraksinya, situasi memanas sampai akhirnya terlemparlah kata-kata yang menurut norma ketimuran kita sungguh tidak beradab.
Kasus-kasus perseteruan yang diawali dari sekedar bicara juga pernah terjadi antara artis sinetron Andy Soraya dan model papan atas Chaterine Wilson. Berawal dari sekedar salah paham lalu berujung ironi ketika persoalan ini di adukan ke kepolisian, ketika sang model mengatakan tidak mengenal sang artis bahkan mengomentarinya tidak se’level’. Dalam dunia maya kita pun acapkali berbicara tentang diri kita seperti halnya seperti presenter, model papan atas yang juga kekasih seorang vokalis grup band, dia menuliskan di Twitternya bahwa ‘derajat infotainment lebih rendah dari pelacur dan pembunuh’, shock juga saya ketika tahu dia bisa menulis seperti itu. Meski itu hanya sebuah status, namun itu adalah bentuk lain dari perkataan yang keluar langsung dari hatinya. Sungguh saya sangat mengidolakannya, di mata saya dia seperti dewi yang memang turun dari langit, saya hanya berpikir dia kerasukan apa ya… sehingga bisa merasa lebih baik dari orang lain.
Bukan hanya itu tapi dari dulu masalah tokoh/ figure/ selebriti bersitegang urat karena masalah perkataan lalu berujung saling tuntut adalah hal yang sangat sering kita temui. Sebenarnya bukannya kaum selebritis atau para tokoh nasional saja yang mengalami masalah seperti ini tetapi juga ini adalah gambaran tentang keseharian kita sebagai manusia. Hal ini membuat delik aduan ‘Pencemaran Nama Baik’ menjadi laris manis untuk diangkat.
Luar biasa bukan, Tuhan berkarya pada tubuh kita ini. Di dalam mulut kita yang bisa dimanyunkan juga dibengkokkan ini dia menaruh organ lain yang disebut ‘lidah’, kecil, mungil, lunak, tidak bertulang namun berbisa dan bahkan sayatannya lebih tajam dari pedang Hercules atau keris Ken Arok, justru organ inilah yang kerap kali kita gunakan untuk membela diri ketika kita terpojok, teraniaya juga terjatuh. Padahal kita semua tahu hakikat lidah itu diciptakan untuk mengatakan kebaikan, mengajarkan budi pekerti, menyebarkan cinta kasih. Namun seiring waktu dimana jaman berubah menjadi makin keras orang mulai menggunakan lidah untuk hal-hal yang merugikan bukan hanya hanya orang lain tapi lebih kepada dirinya sendiri.
Karena sudah kelewat banyak orang megata-katainyanya jadi lebih baik saya bercermin dari keadaan ini sajalah. Seandainya di ruang rapat Pansus, si abang tidak terpancing lebih untuk bersahut-sahutan dengan pimpinan rapat, cukup menyatakan keberatannya, titik. Mungkin keadaan akan sebaliknya, justru pimpinan rapat yang akan menjadi sorotan karena tidak berlaku adil kepada seluruh fraksi. Tapi karena terpancing emosi bahkan sampai mengumpat akibatnya…tentu si abang inilah yang dirugikan dengan seluruh pemberitaan negative tentangnya, meskipun keesokan harinya si prof dan si abang ini di depan para kuli media sudah berpelukan dan saling berjabat tangan namun mana mungkin para pemirsa percaya, terlalu cepat dan terlalu dibuat-buat karena siapa pun tahu luka yang di buat oleh lidah acapkali lama disembuhkan daripada sayatan sembilu, bahkan di Facebook ada sejumlah grup yang dibuat untuk memboikotnya atau pun balas menghujatnya. Sungguh saya prihatin dengan kondisi seperti ini, jika kita saudara sebangsa setanah air sudah saling meyalahkan satu sama lain, semakin menunjukan ketidakkompakan di dalam ruang sidang Pansus sana bahwa tiap orang berbicara atas nama kepentingan pribadi dan golongannya saja. Mereka jadi lupa bahwa mereka dipilih untuk menyuarakan 'SATU' aspirasi rakyat dan bekerja dalam pansus yang akan menelusuri kebenaran tentang aliran uang negara yang bocor entah kemana dan bukan berlakon layaknya di sinetron macam si abang biasanya, hari ini ribut dan besok sudah mesam-mesem berpelukan..akhirnya mengaburkan tujuan utama kerja Pansus itu sendiri..wuih...
Jadi saya mengajak kepada rekan-rekan Fb semua, meski hari ini kita belum menjadi apa-apa, kita bukanlah publik figur, kita juga bukan pimpinan di tempat kerja, kita juga belum menjadi tokoh masyarakat, kita masih begitu hijau, belum ada orang yang mengenal kita tapi inilah sesungguhnya saat terbaik untuk mulai melatih menggunakan mulut kita secara bijak. Mulailah dengan berbicara seperlunya, kelebihan berbicara membuka celah bagi mulut kita ini untuk melakukan banyak kesalahan, mengunjing, mencibir, menyombongkan diri, dst. Bukan melarang bicara hanya sekedar membatasi. Usahakan untuk tidak menyeletuk menimpali komentar orang lain, jika kita punya pendapat yang berseberangan biarkan lawan bicara kita selesaikan kalimatnya, lalu kita permisi untuk mengutarakan maksud kita. Pun ketika setelahnya situasi percakapan makin tidak kondusif, kendalikan hati kita untuk tetap arif, jangan terpancing emosi apalagi sampai nada bicara kita terkesan meledak-ledak. Hati boleh panas tetapi kepala harus tetap dingin. Tenang… ketika anda tenang maka lawan bicara anda pun akan tetap tenang, jika keadaan sudah agak kaku, lemparkanlah jokes untuk mencairkan suasana. Kontrol selalu apa yang akan kita katakan karena apa yang keluar dari mulut itu biasanya keluar dari hati. Latihlah semua ini sering kali, setiap saat, sungguh indah terlihat bila setiap insan muda membiasakan diri tampil dengan kata-kata yang penuh dengan kerendahan hati, tentu masa depan akan dipenuhi oleh generasi yang arif dan bijaksana. Karena ketika kita pindah, kita pergi atau bahkan ketika kita telah tiada orang tidak akan mengingat apa yang kita punya, apa yang kita pakai, apa yang kita jabat tapi orang akan selalu mengingat apa yang kita pikirkan, apa yang telah kita perbuat, terlebih lagi apa yang kita katakan…
by.Meina Ira...